Belum lama di samping rumah saya lagi-lagi dibuka,pusat
perbelanjaan besar entah apakah saya harus senang atau miris melihat hamparan
sawah, lapangan bola dan kali yang dulu jadi tempat bermain kami di sulap oleh
para Raja-Raja lebah Rakus itu untuk dijadikan pusat perelanjaan terbesar
se-Asia Tenggara (Katanya). Tadi siang banyak, saya melihat wajah-wajah muda
orang kampung yang terlihat sangat bahagia dan bangga dengan kemeja merah
jambunya yang belakangan saya tahu dari teman saya itu adalah salah satu
seragam di Mall tersebut. Yah inilah mungkin salah satu unsur yang bisa sedikit
membuat saya senang. banyak Pemuda kampung yang saya rasa seusia saya terserap
tenaga kerjanya oleh Sarang lebah tersebut. Setidaknya pemandangan ini jauh
lebih baik dibandingkan pemandangan di lingkungan kontrakan saya di daerah Rwmngn.
kami waga pribumi memang kaum kecil, hanya di tempatkan sebagai pelayan atau
bahkan mungkin Tukang bersih-bersih di sarang tersebut. Belum lama Mama dan
adik saya cerita bahwa sempat mengunjungi sarang tersebut bersama rombongan
warga kampung lainnya, antusias warga kampng sangat tinggi yaaa walau hanya
untuk melihat-lihat saja acara launching pembukaan tersebut. Tak ada, tak ada
yang mampu mereka beli karena memang Sarang ini memang bukan di peruntukan
untuk kami para koloni semut merah, bahkan bermimpi untuk mempunyai salah satu
yang di hias di balik kaca mewah itu saja kami tak berani. yapp... faktor
inilah yang mungkin membuat saya agak merasa miris dimana jurang kesenjangan
sosial semakin lebar dan tinggi. Bayangkan saja dari gubuk kakek-kakek pembakar
sampah kampung yang hanya di terangi bohlam lima watt, terlihat gedung-gedung
indah bertaburkan ribuan watt lampu yang sangat memanjakan mata, membuat iri
siapa saja yang melihat, juga membuat angan-angan terbang ngawur kesana-kesini
mengkhayal untuk tinggal di gedung itu. Ini kenyataan yang saya lihat
mereka(para Lebah) menyulap semua yang kami punya hektaran sawah, belasan
kerbau pembajak, puluhan kambing ternak. Menjadi kawasan super elite ini, tidak
saya tidak sepenuhnya menyalahkan lebah dalam hal ini karena memang para lebah
sudah mengganti semua yang kami punya dengan madu-madu yang sangat menggiurkan
dan memabukkan kami (sesaat).
Dan inilah yang harus kami bayar kami harus pergi
dari kampung tempat kami dilahirkan dan di besarkan. Lalu mereka para lebah
menjadikan kami “Pembantu” di tanah kami sendiri Dan.. Aku tdak suka ini, malam
hari aku lihat beberapa perempuan dengan make up sangat tebal pulang dengan
muka letih dan badan yang tak kalah loyonya. Siapa yang salah dalah hal ini ? bukannya kita tidak pernah se-loyo ini ketika
sawah kita masih terhampar begitu luasnya, ketika kambing2 dan sapi2 kita masih
dengan lahapnya makan di Lapangan kita tidak pernah seprti ini. Setidaknya kita
tidak di pernah di bentak atau diperass tenaganya bak Sapi perah.
Tapi apa mau
kata Para Lebah sudah mendirikan sarang-sarang mereka yang begitu megah mewah
dan menawan di hamparan tanah kami mereka pun sudah membayarnya, untuk itu kami
harus merelakan Tanah moyang kami di ambil alih oleh mereka J