5 Desember 2013

Putar Arah



Aku putuskan untuk kembali saat beberapa kawan malah mulai mengajakku melangkah dari sejuknya tempat ini.
Bukan, bukan karena aku tak tahu arah jalan simpang
  tapi karena kaulah satu-satunya alasan ku untuk pulang.
 Langit berubah kembali mendung saat aku benar-benar berbalik putar arah kembali ke jalan ini, seakan murung saat tahu ternyata aku berdiri sendiri tanpa ada yang mengiringi.
 Bukankah urusan memilih jalan adalah hak seorang,
termasuk pula hak untuk memilih apakah akan pergi atau tinggal.
Mentari senja perlahan tenggelam meninggalkan jejak-jejak jalan setapak yang pernah kau rusak. Berganti gelap penuh prasangka serta tanya ; dimana, bagaimana, dan siapa.
 Selamanya mungkin hanya akan ada tanya, sebuah tanya yang jawabannya adalah pertanyaan abadi.
Taklama baru aku sadar ada beberapa cahaya yang menghiasi jalan setapakku
cahaya-cahaya yang tak begitu terang tapi mampu mengantarkanku kembali jalan ini,
Harap, aku menemukan harap saat bintang yang sangat jauh disana sudi berbagi cahayanya untuk merajut jalan yang dulu kau sebut Cinta.
 aku lihat bayang kita, berdua menikmati tenangnya kedatangan senja.
senja yang malah berubah bagai ganja, memabukkan kita yang sedang berusaha mendefinisikan cinta. terbang melayang membuat jalan menerobos kayang, berusaha kudekap lengan mu yang nampak mulai ketakutan. Sampai akhirnya kita lupa perihal Cinta adalah perihal rasa, dan perihal rasa adalah perihal memilih, dipilih, tinggal dan pergi.
Maka hari ini masih di hari ini aku putuskan untuk pergi,
Pergi menyusul beberapa kawan yang sudah tak tampak lagi nampaknya.
Pergi beranjak dari jalan setapak yang memang suram dan kelam
Semoga masih ada kesempatan untuk memperbaiki semuanya

31 Oktober 2013

Pesan dari Hujan


 Aku masih disini, membusuk ditempat yang dulu katanya pernah menjadi favorit kita,  
mengais-mengais dan menyatukan kembali serpihan kecil kisah saat kita masih bermain dalam satu episod yang sama,
 merajut kembali ingatan memori tengah malam saat hujan pagi dan sapaan kabut masih ramah menyambut kita
 Lalu berusaha merangkainnya dalam sebuah bingkai sisah bingkisan dari mu dulu.
 pagi ini aku disapa kembali oleh kabut, dingin berhembus.. datang memeluk dari belakang pundak,  menyapaku yang berusaha menerjemahkan berjuta rindu yang terkunci di dalam dada.
Tak ada kata yang mampu aku tejemahkan, selain hanya diam, berbisik dan mengobrol dengan kabut yang makin tebal.
    Kabut tebal yang malah datang menghalangi saat aku hampir menemukan bayanganmu  tergambar dalam siluet lukisan langit.mataku terpaku mengadah ke atas saat Butir-butir air mulai berjatuhan membasahi dedaunan, yang nampak sudah lama rindu, ingin merasakan sejuknya sentuhan hujan di penghujung musim kemarau. Aku putuskan untuk melangkah pergi sebelum  hujan turun lebih deras, memuntahkan kerinduannya pada hutan yang s’lalu setia menunggu hujan datang. Aku melangkah pergi, sambil berharap Hujan dapat menyampaikan salamku pada orang yang belum sempat menyelesaikan sepenggal kisah hingga membuatku resah menebak-nebak akhir dari episod panjang ini.   

12 Februari 2013

Perjalanan Dan Sebuah Impian


       Impian, siapa coba yang tidak pernah mimpi bahkan mungkin abang tukang becak yang becaknya lagi gue taikin ini punya sebuah Impian besar. Yap kadang atau bahkan mungkin sering impian tidak sebanding lurus dengan Harapan,  inget banget waktu gue masih unyu-unyunya pas umur 5 tahun sering banget di tanya sama guru atau ortu gue, “kalau sudah besar mau jadi apa ?” yah namanya nya bocah umur segitu pasti jawabannya macem-macem jadi Pilot lah Presiden lah guru lah.   Gue juga yakin pasti nih abang-abang tukang becak waktu umur 5 Tahun pernah di tanya kaya gue juga, dan jadi tukang becak pasti bukan jawabannya.

sampe lupa nyeritain gue lagi dimana, hehehe gue lagi dalam perjalanan pulang kampung ke Lumajang, Jawa Timur. yah 24 Jam di perjalanan memang bukan waktu yang sebentar untuk sebuah perjalanan ke  Lumajang, Jawa Timur, alhamdulillahnya sekarang gue udah sampe Tugu Pancasila, yang berarti Tinggal beberapa menit lagi kalo di tempuh dengan kendaraan bermotor. Sebenernya dari gue masih di Malang sodara gue yang disana udah ribet nelfonin ajah, nanya mau di jemput jam berapa ?  tapi bokap gue lebih milih naik becak alesannya sih ga mau ngerepotin orang dan Ngasih rejeki tukang becak, jarang-jarang kan pulang kampung hehe. Sepanjang perjalanan dari Tugu pancasila sampe rumah si mbah bokap gue Bernostalgia haha “hebat banget tuh yang jual Bubur Angsle (bubur kacang Ijo) disitu dari jaman bapak SMA sampe sekarang masih ada” kata Bokap. Lumajang masih sama ga banyak berubah masih kaya terakhir gue pulang  masih sepi, hening, jarang ada Mobil-motor. Sekitar setengah 3 Sore gue sampe dirumah, dan WOOOW banyak banget yang berubah dari rumah2 sodara gue udah jarang tTaneman-taneman yang dulu kalo sore gue Siramin. Sekarang di sulap jadi Warung plus Pos sejenis buat nongkrong hehe
.
Kembali lagi ke Impian, Masa Depan, Masa Depan, Masa Depan, kata-kata itu muter-muter ajah di pikiran gue selama perjalanan. Gue yang baru selesai Ujian Nasional, masih di bingungkan dengan pertanyaan mau ngapain setelah Lulus ?. sebenernya jelas sih gue mau Kuliah Tapi kuliah dimana ? Negeri apa Swasta ? fakultas apa ? Studynya apa ?

itu yang masih jadi pertanyaan besar... selama dalam perjalanan pulkam gue ketemu bermacem-macem Orang dari mulai Ibu-ibu sama anaknya sekitar usia 3 Tahunan udah teriak-teriak di Bus waktu di Kebon Nanas, anak kecil Udah ngamen di Bus-bus pas naek dari Kebon Jeruk, anak Muda yang ngamennya ngebawain lagu Religi kalo dia naek dari tarakan dan  2 abang-abang Serem cuman ngomong-ngomong ga jelas terus mintain duit. Tapi sejauh pengamatan gue para penumpang lebih banyak ngasih Uang ke 2 abang-abang serem itu, ckckck ternyata penumpang udah kebal dengan muka-muka Iba dan Takut sama Muka serem Abang-abang  yang mintanya agak Sedikit memaksa. Yakin kok gue orang-orang diatas tadi ga pengen hidup di Jalan, yakin juga gue waktu mereka kecil ga punya juga Impian Jadi pengamen. Orang-orang tadi itu sempet bikin gue mikir apakah nasib gue nanti bakal kaya mereka ?

karena gua yakin kita tak selamanya di atas, Dan mereka juga ngebuat gua Bersyukur ternyata masih banyak yang kurang beruntung dari Gue. Sejenak gua inget berita beberapa hari yang lalu tentang Korupsi, dan gue sempet kepikiran kenapa ga jadi Koruptor bukannya jadi koruptor di negeri ini sungguh nikmatttt (T nya 3), oke ini just pikiran ngawur,  Gue yakin Tuhan itu Sutradara yang hebat, yang ngebuat kehidupan dunia ini dengan naskah-naskah dan peran-peran yang luar biasa hebat ada koruptur, pengamen, penyamun, tukang beca, anak jalanan, patani, Guru Dan banyakkk (k nya 3 Biar keliatan lebay) lagi deh.  gue  juga yakin  Tuhan tau yang mana yang benar-benar berusaha. Dan Tuhan gak tidur juga gak tuli  tapi apakah Hukum langit hanya ada di hari akhir ? apaa di Dunia ini ada hukum yang adlnya seAdil hukum langit ? lantas kalo iya, kenpa orang-orang yang gue temui selama perjalanan ini tidak merasakan ke adilan Hukum Dunia ? kenapa Tuhan membiarkan hak-hak mereka di makan oleh para Tikus-tikus berdasi itu, Hey Tuhan maaf kalo lancang tapi bukannya kau melihat Tuhan tangan-tangan mereka merampas hak orang-orang miskin ini ? bukannya juga kau mendengar tawar menawar harga mereka ?  Maaf seharusnya memang hamba tidak merendahkan engkau. Hamba sadar dan hamba mengimani jika engkau maha melihat serta maha mendengar. Tapi kenapa ? bukannya bisa saja kau dengan mudah melenyapkan mereka ? bukannya selain maha Mendengar dan melihat engkau juga maha adil ? apaa Hukum langit hanya mu akan ada di hari akhir ? yahh entahlah sungguh hamba ingin menanyakan langsung dan berbincang denganmu tapi itu kayanya ga mungkin mengingat dosa-dosa hamba yang semakin hari semakin bertambah. Tapi aku yakin engkau maha ADIL J
                okeee syurrrpp ... semoga liburan kali ini menyenangkan

7 Januari 2013

Sarang para Badut




  Belum lama di samping rumah saya lagi-lagi dibuka,pusat perbelanjaan besar entah apakah saya harus senang atau miris melihat hamparan sawah, lapangan bola dan kali yang dulu jadi tempat bermain kami di sulap oleh para Raja-Raja lebah Rakus itu untuk dijadikan pusat perelanjaan terbesar se-Asia Tenggara (Katanya). Tadi siang banyak, saya melihat wajah-wajah muda orang kampung yang terlihat sangat bahagia dan bangga dengan kemeja merah jambunya yang belakangan saya tahu dari teman saya itu adalah salah satu seragam di Mall tersebut. Yah inilah mungkin salah satu unsur yang bisa sedikit membuat saya senang. banyak Pemuda kampung yang saya rasa seusia saya terserap tenaga kerjanya oleh Sarang lebah tersebut. Setidaknya pemandangan ini jauh lebih baik dibandingkan pemandangan di lingkungan kontrakan saya di daerah Rwmngn. kami waga pribumi memang kaum kecil, hanya di tempatkan sebagai pelayan atau bahkan mungkin Tukang bersih-bersih di sarang tersebut. Belum lama Mama dan adik saya cerita bahwa sempat mengunjungi sarang tersebut bersama rombongan warga kampung lainnya, antusias warga kampng sangat tinggi yaaa walau hanya untuk melihat-lihat saja acara launching pembukaan tersebut. Tak ada, tak ada yang mampu mereka beli karena memang Sarang ini memang bukan di peruntukan untuk kami para koloni semut merah, bahkan bermimpi untuk mempunyai salah satu yang di hias di balik kaca mewah itu saja kami tak berani. yapp... faktor inilah yang mungkin membuat saya agak merasa miris dimana jurang kesenjangan sosial semakin lebar dan tinggi. Bayangkan saja dari gubuk kakek-kakek pembakar sampah kampung yang hanya di terangi bohlam lima watt, terlihat gedung-gedung indah bertaburkan ribuan watt lampu yang sangat memanjakan mata, membuat iri siapa saja yang melihat, juga membuat angan-angan terbang ngawur kesana-kesini mengkhayal untuk tinggal di gedung itu. Ini kenyataan yang saya lihat mereka(para Lebah) menyulap semua yang kami punya hektaran sawah, belasan kerbau pembajak, puluhan kambing ternak. Menjadi kawasan super elite ini, tidak saya tidak sepenuhnya menyalahkan lebah dalam hal ini karena memang para lebah sudah mengganti semua yang kami punya dengan madu-madu yang sangat menggiurkan dan memabukkan kami (sesaat).

     Dan inilah yang harus kami bayar kami harus pergi dari kampung tempat kami dilahirkan dan di besarkan. Lalu mereka para lebah menjadikan kami “Pembantu” di tanah kami sendiri Dan.. Aku tdak suka ini, malam hari aku lihat beberapa perempuan dengan make up sangat tebal pulang dengan muka letih dan badan yang tak kalah loyonya. Siapa yang salah dalah hal ini ?  bukannya kita tidak pernah se-loyo ini ketika sawah kita masih terhampar begitu luasnya, ketika kambing2 dan sapi2 kita masih dengan lahapnya makan di Lapangan kita tidak pernah seprti ini. Setidaknya kita tidak di pernah di bentak atau diperass tenaganya bak Sapi perah.

   Tapi apa mau kata Para Lebah sudah mendirikan sarang-sarang mereka yang begitu megah mewah dan menawan di hamparan tanah kami mereka pun sudah membayarnya, untuk itu kami harus merelakan Tanah moyang kami di ambil alih oleh mereka J

Jeprat Jepret

Jeprat Jepret