Aku putuskan untuk
kembali saat beberapa kawan malah mulai mengajakku melangkah dari sejuknya
tempat ini.
Bukan, bukan karena aku
tak tahu arah jalan simpang
tapi
karena kaulah satu-satunya alasan ku untuk pulang.
Langit berubah kembali mendung saat aku
benar-benar berbalik putar arah kembali ke jalan ini, seakan murung saat tahu
ternyata aku berdiri sendiri tanpa ada yang mengiringi.
Bukankah urusan memilih jalan adalah hak seorang,
termasuk pula hak
untuk memilih apakah akan pergi atau tinggal.
Mentari senja
perlahan tenggelam meninggalkan jejak-jejak jalan setapak yang pernah kau
rusak. Berganti gelap penuh prasangka serta tanya ; dimana, bagaimana, dan
siapa.
Selamanya mungkin hanya akan ada tanya, sebuah
tanya yang jawabannya adalah pertanyaan abadi.
Taklama baru aku
sadar ada beberapa cahaya yang menghiasi jalan setapakku
cahaya-cahaya yang
tak begitu terang tapi mampu mengantarkanku kembali jalan ini,
Harap, aku menemukan
harap saat bintang yang sangat jauh disana sudi berbagi cahayanya untuk merajut
jalan yang dulu kau sebut Cinta.
aku lihat bayang kita, berdua menikmati
tenangnya kedatangan senja.
senja yang malah
berubah bagai ganja, memabukkan kita yang sedang berusaha mendefinisikan cinta.
terbang melayang membuat jalan menerobos kayang, berusaha kudekap lengan mu
yang nampak mulai ketakutan. Sampai akhirnya kita lupa perihal Cinta adalah
perihal rasa, dan perihal rasa adalah perihal memilih, dipilih, tinggal dan
pergi.
Maka hari ini masih
di hari ini aku putuskan untuk pergi,
Pergi menyusul
beberapa kawan yang sudah tak tampak lagi nampaknya.
Pergi beranjak dari
jalan setapak yang memang suram dan kelam
Semoga masih ada kesempatan
untuk memperbaiki semuanya